Kekhawatiran Mualem Korban Bencana Mati Kelaparan di Daerah Terisolir
Franklin County News — Mantan Panglima GAM yang juga tokoh masyarakat Aceh, Mualem Muzakir Manaf, menyampaikan kekhawatiran serius terkait kondisi korban bencana yang terjebak di daerah-daerah Terisolir. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa keterlambatan distribusi bantuan pangan dapat menyebabkan korban mati kelaparan jika penanganan tidak segera dilakukan secara cepat dan terkoordinasi.
Bencana yang melanda beberapa wilayah pegunungan Aceh dalam beberapa hari terakhir telah memutus akses jalan, jaringan komunikasi, dan jalur logistik. Kondisi ini membuat ribuan warga kesulitan mendapatkan makanan, air bersih, dan pelayanan medis dasar.
Beberapa kecamatan di Aceh Tenggara, Gayo Lues, dan Aceh Tengah menjadi wilayah yang paling sulit dijangkau. Longsor beruntun menutup akses jalan, sementara jembatan penghubung antar desa ikut rusak diterjang banjir bandang.
Tim SAR dan relawan melaporkan bahwa upaya penyelamatan terhambat oleh kondisi geografis yang ekstrem. Beberapa titik hanya dapat dijangkau dengan jalan kaki selama berjam-jam atau menggunakan helicopter water bombing yang dialihfungsikan sementara untuk pengiriman logistik.
Mualem menilai bahwa lambannya pembukaan akses jalan bisa berakibat fatal. Jika bantuan pangan tidak masuk dalam 24–48 jam, kondisi korban semakin rentan mengalami kelaparan dan dehidrasi.
Dalam keterangan tertulis, Mualem menegaskan bahwa pemerintah daerah dan BNPB harus bergerak cepat sebelum korban kehilangan nyawa bukan karena bencana langsung, tetapi akibat kelaparan dan kekurangan gizi.
Ia menekankan bahwa:
- Banyak korban yang masih tinggal di lokasi terdampak karena tidak bisa evakuasi.
- Anak-anak dan lansia menjadi kelompok paling rentan.
- Bantuan yang dikirim melalui jalur darat belum mencapai titik-titik terisolir yang kritis.
“Jangan sampai ada warga yang mati bukan karena bencana, tetapi karena kita gagal memastikan mereka mendapat makanan. Ini harus jadi prioritas utama,” tegasnya.
Relawan dari berbagai organisasi kemanusiaan melaporkan kondisi lapangan yang jauh dari kata ideal. Mereka menyebutkan bahwa beberapa warga bertahan hidup hanya dengan memakan persediaan seadanya seperti singkong, daun muda, atau makanan yang berhasil diselamatkan dari rumah masing-masing.
Salah satu relawan menyebutkan bahwa ada ibu-ibu yang terpaksa menahan lapar demi memberikan sisa makanan kepada anak mereka. Bahkan beberapa keluarga tidak makan lebih dari satu hari penuh karena stok pangan habis.
Kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat penanganan.
Kepala BPBD Aceh mengakui bahwa distribusi logistik belum optimal karena akses darat nyaris seluruhnya terputus. Mereka masih menunggu alat berat untuk menyingkirkan material longsor, sementara curah hujan tinggi membuat pergerakan alat berat tidak aman.
Bantuan melalui udara pun tidak mudah dilakukan karena cuaca buruk. Helikopter yang tersedia terbatas dan prioritas awal masih difokuskan pada penyelamatan korban yang terluka.
Mualem menilai bahwa koordinasi lintas instansi harus diperkuat, termasuk pelibatan lebih banyak helikopter milik TNI untuk menjangkau daerah sulit.
Menanggapi situasi ini, Mualem mendesak pemerintah untuk menetapkan status tanggap darurat yang lebih luas di wilayah terdampak dan mempercepat mobilisasi bantuan. Ia juga menawarkan jaringan relawan lokal untuk berkolaborasi dalam membantu pendistribusian logistik.
Beberapa tuntutan yang ia sampaikan antara lain:
- Penambahan helikopter untuk suplai pangan.
- Mengaktifkan dapur umum di lokasi pengungsian.
- Memprioritaskan pengiriman makanan siap saji dan air bersih.
- Pengiriman tenaga medis ke titik-titik rawan.
Menurutnya, dengan koordinasi cepat dan tepat, potensi korban tambahan bisa diminimalkan.
Selain pemerintah, masyarakat Aceh dan organisasi kemanusiaan turut bergerak membantu. Penggalangan dana mulai dilakukan di berbagai masjid, komunitas, hingga kampus-kampus. Bantuan berupa beras, mie instan, air minum, dan obat-obatan mulai dikumpulkan.
Namun, tantangan terbesar tetap pada jalur distribusi yang belum sepenuhnya terbuka. Bantuan yang menumpuk di posko utama kabupaten belum semuanya bisa dikirimkan kepada warga yang benar-benar membutuhkan di pedalaman.
Tim gabungan TNI, Polri, BPBD, dan relawan kini fokus membuka akses jalan yang tertutup material longsor. Beberapa titik kritis sudah mulai bisa dilewati kendaraan roda dua, namun jalur utama yang menghubungkan kabupaten masih dalam proses pembersihan.
Mualem berharap pembukaan jalur ini menjadi prioritas karena menjadi kunci percepatan distribusi bantuan. Jika jalur sudah terbuka, logistik bisa dikirim dalam jumlah besar tanpa bergantung pada helikopter.
Kekhawatiran Mualem mengenai potensi korban kelaparan menjadi pengingat bahwa penanganan bencana bukan hanya soal evakuasi awal, tetapi juga pemenuhan kebutuhan hidup dasar selama masa isolasi. Dengan memperkuat koordinasi, mempercepat distribusi bantuan, serta membuka akses jalur secara bertahap, pemerintah diharapkan dapat mencegah terjadinya korban tambahan.
Situasi darurat ini menuntut kerja cepat, tepat, dan penuh empati. Harapannya, seluruh elemen pemerintah dan masyarakat dapat bersatu memastikan bahwa tidak ada satu pun korban bencana yang dibiarkan menderita, apalagi sampai kehilangan nyawa akibat kelaparan.