Investasi Properti China Anjlok 15,9% hingga November 2925
Franklin County News — Investasi properti di China mengalami penurunan tajam hingga 15,9% pada periode Januari–November 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Data resmi dari Biro Statistik Nasional China (NBS) menunjukkan bahwa total nilai investasi properti mencapai 13,2 triliun yuan, menurun dari 15,7 triliun yuan pada 2024. Penurunan ini menjadi sinyal kuat bahwa sektor properti terbesar kedua di dunia tengah menghadapi tekanan serius.
Ahli ekonomi mengaitkan penurunan ini dengan kombinasi faktor internal dan eksternal. Di dalam negeri, pelambatan pertumbuhan ekonomi, pengetatan regulasi properti, serta kenaikan suku bunga kredit berdampak pada minat investor dan daya beli konsumen. Sementara faktor global, seperti ketidakpastian ekonomi dan volatilitas pasar keuangan, turut memengaruhi aliran modal ke sektor properti.
Salah satu faktor utama penurunan investasi properti adalah kebijakan pemerintah terkait pengendalian risiko utang developer. Beberapa pengembang besar menghadapi kesulitan likuiditas, yang membuat proyek pembangunan tertunda atau dibatalkan. Kasus perusahaan properti besar yang gagal memenuhi kewajiban hutangnya sempat mengguncang pasar dan menurunkan kepercayaan investor.
Selain itu, pengetatan kredit perbankan juga membatasi pembiayaan bagi pengembang dan pembeli rumah. Bank semakin selektif memberikan pinjaman, terutama bagi proyek yang dinilai memiliki risiko tinggi. Hal ini menyebabkan transaksi properti melambat, sehingga nilai investasi menurun signifikan.
Kondisi ekonomi domestik yang melambat juga memengaruhi minat konsumen untuk membeli properti. Tingkat pengangguran yang meningkat, inflasi yang masih tinggi, dan ekspektasi pendapatan yang tidak stabil membuat banyak masyarakat menunda pembelian rumah baru. Dampak kombinasi faktor-faktor ini terasa hingga skala investasi properti nasional.
Penurunan investasi telah berdampak langsung pada pengembang properti. Beberapa perusahaan besar menunda proyek pembangunan atau mencari pendanaan alternatif untuk menyelesaikan proyek yang sudah berjalan. Hal ini juga memengaruhi harga properti di beberapa kota, terutama di pasar sekunder, yang cenderung stagnan atau menurun.
Selain itu, investor asing menjadi lebih berhati-hati. Aliran investasi luar negeri ke sektor properti China melambat karena risiko likuiditas dan ketidakpastian regulasi. Beberapa investor memilih untuk menunggu stabilisasi pasar sebelum melakukan komitmen besar.
Pemerintah China telah merespons penurunan investasi dengan berbagai kebijakan. Salah satunya adalah pelonggaran kredit untuk proyek properti yang memenuhi syarat tertentu, serta dorongan untuk pembangunan rumah ramah lingkungan dan terjangkau.
Beberapa kota besar, seperti Shanghai dan Beijing, menawarkan insentif bagi pengembang untuk melanjutkan proyek-proyek yang sempat tertunda. Selain itu, pemerintah pusat mendorong diversifikasi portofolio properti, termasuk pengembangan kawasan industri dan mixed-use, agar sektor properti tidak terlalu tergantung pada penjualan rumah residensial.
Meskipun penurunan 15,9% menjadi angka yang signifikan, analis melihat potensi pemulihan pada 2026. Faktor yang mendukung termasuk stabilisasi ekonomi domestik, program stimulus pemerintah, serta reformasi kebijakan kredit yang lebih fleksibel bagi pengembang dan pembeli rumah.
Namun, pemulihan diperkirakan bersifat bertahap. Investor dan konsumen akan tetap waspada terhadap risiko, terutama terkait hutang pengembang dan kondisi pasar global. Penurunan tingkat suku bunga dan insentif fiskal mungkin menjadi kunci untuk meningkatkan minat beli dan memulihkan nilai investasi properti.
Sebagai pasar properti terbesar kedua di dunia, perlambatan investasi properti China memiliki implikasi global. Permintaan bahan bangunan, logistik, dan sektor jasa terkait properti ikut terdampak, sehingga memengaruhi rantai pasok internasional. Beberapa negara yang menjadi mitra dagang China, seperti Australia dan beberapa negara Asia Tenggara, merasakan penurunan permintaan ekspor bahan bangunan dan komoditas terkait properti.
Selain itu, pasar keuangan global juga merespons perlambatan ini dengan volatilitas. Saham-saham pengembang properti dan indeks real estate mengalami tekanan, sementara investor global mencari aset yang lebih aman untuk mengurangi risiko.
Penurunan investasi properti China sebesar 15,9% hingga November 2025 menjadi cerminan tantangan yang dihadapi sektor properti di tengah tekanan ekonomi domestik dan global. Faktor-faktor utama meliputi likuiditas pengembang, pengetatan kredit, dan perlambatan permintaan konsumen.
Meskipun pemerintah telah meluncurkan berbagai langkah untuk menstabilkan pasar, pemulihan diperkirakan akan berjalan perlahan dan membutuhkan strategi jangka panjang. Dampak dari penurunan ini tidak hanya terasa di dalam negeri, tetapi juga memiliki implikasi luas bagi ekonomi global, terutama sektor konstruksi, perdagangan, dan keuangan.
Investasi properti China tetap menjadi indikator penting bagi kondisi ekonomi global. Para pengamat dan investor akan terus memantau kebijakan pemerintah, performa pengembang, dan tren permintaan konsumen untuk menilai arah pasar properti di tahun-tahun mendatang.